Selasa, 30 September 2008

"Last Sentence"

Langit terlihat mendung sore itu, seperti ikut bersedih atas kematian kekasih hatinya. Gundukan tanah di depannya masih merah. Ia tak kuasa menyembunyikan kesedihannya. Ia hanya menunduk lesu selama pemakaman. Orang yang sangat disayanginya meninggal karena kecelakaan tadi malam.
Telepon yang berdering malam itu memberikan kabar yang lebih dari buruk baginya. Seseorang di telepon mengatakan bahwa mobil kekasihnya menabrak trotoar karena berusaha menghindar dari pengemudi bus yang ugal-ugalan dari arah yang berlawanan. Lelaki yang kelak akan mendampingi hidupnya itu kemudian menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjalanan menuju rumah sakit.
“Saina, ayo kita pulang”, ajak Khansa, teman sekampusnya.
“gak Sa, aku masih mau di sini. Kamu pulang aja duluan, gak apa-apa kok”, ujarnya pelan sambil tidak memalingkan pandangannya dari batu nisan bertuliskan nama calon suaminya itu.
“apa bener kamu nggak pa-pa? Aku pengen nemenin kamu, tapi aku masih harus jemput adikku di bandara. Ia baru aja pulang berobat dari luar negeri”, ucap feni ragu.
“nggak pa-pa, kamu pulang aja. Semoga adikmu cepat sembuh ya”, jawabnya halus.
“oke!, aku pulang dulu ya. Sabar ya Sain, selalu ada hikmah di balik setiap musibah”
Saina hanya tersenyum kecut. Ia tahu Tuhan tidak akan memberi cobaan di luar kemampuan hamba-Nya, tapi ia sekarang sedang tidak ingin mencari hikmah di balik kejadian ini, hatinya masih sangat terpukul. 2 hari lagi mereka akan menikah. Mereka bahkan sudah memesan cincin khusus untuk pernikahan mereka. Tapi rupanya manusia hanya bisa berencana. Yang di atas lah yang menentukan.
Masih teringat jelas di benaknya sehari sebelum kekasihnya itu meninggal. Bagaimana Egi memperlakukan dirinya, berbincang dan bersikap. nggak ada yang aneh dengan sikapnya. Egi memperlakukannya dengan baik dan sangat romantis, nggak jauh beda dengan hari-hari sebelumnya. nggak ada tanda-tanda kalau Egi akan meninggalkan dia secepet ini.
“Sain, nanti kita bulan madu di Bogor aja ya! Kan enak, hawanya dingin”, kata Egi saat itu.
“nggak ah, gi’! Aku maunya di Bali. Aku mau kita lihat ‘sunset’ berdua di pantai. Pasti romantis banget”, tegas Saina.
“ya deh, sayang. Asal kamu seneng, ke mana aja boleh kok”, jawab Egi.
Egi emang cowok yang sangat baik, ia selalu mengalah and nggak pernah ngajak berdebat untuk hal-hal yang sepele. Mungkin karena selisih umurnya yang berbeda 2 tahun dengan Saina menjadikannya lebih dewasa. Bagi Egi, kebahagiaan Saina merupakan tanggung jawabnya.
Hari itu, hari di mana Egi mengalami musibah, dirinya dan Egi sempat bertengkar. Bukan pertengkaran hebat, namun cukup membuatnya cemberut seharian. udah berulang kali Egi merayunya, tapi nggak segaris senyum pun ia berikan untuk Egi.
Dan saat mereka selesai menonton acara TV kesukaan Saina, jam 5 sore tepatnya, Egi minta ijin untuk pulang, ia juga udah buat janji dengan pemilik toko gaun tempat ia memesan baju yang akan ia dan Saina kenakan nantinya.
“Sain, aku pulang dulu ya, kamu jangan cemberut aja, nanti aku belikan bunga buat kamu deh. Ya?”, bujuk Egi dari dalam mobilnya.
“nggak mempan. Ya udah, kamu hati-hati. Aku sayang kamu”, ucap Saina lembut.
“aku juga sayang kamu”
Itu ucapan terakhir Egi yang sempat ia dengar.
Begitu menyejukkan, tapi juga menyesakkan. Ia dan Egi memang sudah membuat kesepakatan. Saat akan berpisah, satu sama lain diharuskan mengatakan kalimat sayang.
Tapi ia nggak mengira, bahwa setelah itu ia akan menerima kabar yang nggak pernah sama sekali terpikirkan olehnya, yang sanggup membuat hatinya hancur seketika. Bahwa hari itu akan jadi hari terakhir mereka mengucapkan kalimat manis itu.
Saina kembali dari lamunannya. Ia tersenyum, kali ini senyuman yang lebih lembut. Ada sedikit kelegaan dalam hatinya.
Ia bersyukur.
Ia merasa lega.
Lega karena kalimat terakhir yang ia ucapkan untuk Egi adalah ‘aku sayang kamu’. Ia bersyukur saat itu dirinya tidak mengucapkan kata-kata yang penuh emosi, karena ia tahu ia tidak akan punya waktu lagi untuk meminta maaf dan dimaafkan, meskipun ia tahu Egi akan selalu memaafkannya bahkan sebelum ia memintanya.
Selamat jalan Gi’, makasih atas semua kebaikan dan rasa sayangmu padaku selama ini. Akan kusimpan kenangan bersamamu baik-baik dalam hatiku.


*Selesai*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar