Kamis, 11 April 2013

Ketika 'Rasa' tak sanggup membendung 'Asa' ketika 'Asa' meluluhlantakkan 'Rasa' ~

Untuk kamu yang membuatku percaya bahwa selalu ada asa di setiap rasa.

Aku memegangi secangkir asa dengan sejuta rasa, mencecap segala rasa di ujung asa. Kata orang, tidak semuanya bisa diutarakan dengan kata-kata, tapi bisa dengan tulisan.
Tidak perlu semua harus diomongin, tapi kamu cukup diam, menepi, dan rasakan apa yang dirasakan.
Mungkin dengan ini satu-satunya cara aku menghampirimu, mencoba mencari apa yang tersembunyi di dalam sanubarimu, melongo ke relungmu terdalam, hanya ingin tau apa yang dipikirkanmu sekarang. Aku tau, ini terlalu berlebihan, atau sejenisnya. Tapi, aku hanya ingin kamu membacanya sampai dengan titik terakhir tulisan ini.
Mencoba melawan hati bukan hal yang mudah, mencoba mengenyahkanmu tidaklah segampang merobek kertas, dan ketika aku mencoba mengertimu, mungkin aku gagal. Semesta tau, aku menulis tentangmu untuk mengabadikan dirimu yang tak bisa kugapai.
Maka, aku menamai satu bintang setiap malamnya dengan namamu, kemudian kulambungkan ke angkasa, supaya tak seorangpun mampu menjamahnya, hanya milik kita berdua.
Aku egois, hanya ingin mencari arti kebahagiaan sendiri, tanpa mengertimu. Aku ingin mengerti, tapi lengan sang waktu tidak bisa berputar kembali, walau untuk sedetik yang lalu saja.
Masih ingat awal pertemuan kita? Mungkin lebih tepatnya perkenalan kita. Di sini masih terekam jelas, tanpa cacat sedikitpun, aku simpan dalam kotak kenangan agar dia tetap abadi meski waktu enggan berputar lagi. Kamu itu utuh, lengkap, komplit, meski aku tau tidak ada yang sempurna, tapi kamu seolah-olah membuatku merasakan nyaris sempurna.
"..Listen, Understanding, Attention, Caring, Help, Shoulder, Comfort Zone, Support, Great Conversation, and Good Time. You have them all, that’s why I think it is nice to meet you in my life.."
Naifkah aku?
Aku salah, kamu marah, aku cuma bisa minta maaf. Aku tak tau harus berbuat apa lagi. Mungkin ini mengindikasikan aku lemah dan rapuh atau mungkin seakan-akan minta dikasihani. Tapi aku hanya takut, takut penolakan, takut kamu tersinggung, takut salah ucap, takut kamu sakit. Tapi justru ketakutanku itulah yang membuatku berada di arah yang salah. Sudah telat menganggapmu biasa. Lalu, aku tau kamu paling benci dengan kegalauan. Aku bukan ingin menunjukkan padamu aku mudah sekali galau, tapi jika aku lelah untuk memendamnya, apakah aku tidak boleh menyeraknya keluar?
Semua pasti akan berubah, rasa dan asa, tak peduli kamu dan aku berdekatan atau berjauhan. Biarlah, aku rangkum memori ini ke dalam indahnya senja, agar Tuhan, kamu, aku, dan waktu mampu memakluminya. Lewat tulisan ini, aku tidak memujimu, juga tak ingin membela diriku, aku tidak menyalahkanmu, aku tidak berharap kamu tersentuh membacanya,  aku cuma ingin kamu tau apa yang tidak pernah aku utarakan, meski aku tau ini akan semakin memperburuk keadaan. Percayalah, jika aku terkenal dengan segala bujuk rayu yang melambungkan angan setiap orang, mungkin kamu boleh menyangsikanku. Tapi, jika aku memotret rasa dan asaku di dalam tulisan ini hanya untukmu, kamu harus tau ini jujur dari hati yang paling dalam, bukan omong kosong.
Sebab aku tau, kamu dan aku serupa hujan dan embun, yang menjadikan salah satunya tiada, tanpa bisa bersama, tanpa bisa membagi dunia, tanpa bisa memiliki jalan hidup.
Ketika semuanya sudah terasa salah dan tidak lagi benar, semoga kamu tetap menjadi yang terindah dari yang pernah kurasakan. Aku tak ingin jauh darimu, aku juga tak ingin dekat bila akhirnya aku hanya menyusahkanmu. Potonglah kehadiranku dalam hidupmu, lalu aku akan berlalu ke tempat dimana nafas, rasa, dan asa kita tak mungkin bertemu lagi.

Selamanya membuatmu tersenyum, membuatku tersenyum selamanya (U In Verse).
Take Care..

Dari aku yang selalu berharap rasa dan asa kita menyatu. Arviiy ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar