Bukankah di awal, ketika memilih pilihan untuk beraktivitas lebih banyak juga disadari dengan komitmen tinggi pada banyak hal?
seimbang, sesuai kapasitas, fokus pada tempatnya, dan melakukan nya dengan harapan kualitas yang baik?
semuanya butuh komitmen.
mereka tak meminta alasan apalagi keluh kesah mu, mereka hanya butuh
kamu. mereka menanyakan, memanggil, menyuruh, karena mereka butuh kamu.
tapi lebih Allah yang memantaskanmu.
katanya, jadi g punya prioritas?
tentu tergantung niatnya, kalo Allah jadi alesan? apa harus mikir dua kali?
ketika nanti bertambah lagi, artinya semakin siap dengan semuanya.
komitmen apa?
saat memutuskan punya waktu istirahat lebih sedikit
dari yang lain, lebih sedikit waktu senggangya, lebih sdikit waktu
pribadi, lebih sedikit waktu mainnya, malah ga sempet buat melakukan hal
yang ga bermanfaat. harus nya sih gitu.
hidup itu cuma sebentar, kemarin-kemarin udah ngelakuin banyak hal
ajah masih suka ngeluh knp banyak waktu yang kayanya belum bisa di isi
sama hal-hal baik. masih suka banyak tidur kalo lagi kosong???
semuanya serba mendesak. tak ada waktu untuk hal yang ga berguna.
karena belajar belum usai, masih banyak ruang dan waktu dimana belum terisi dengan ilmu dan amal.
sekali lagi, aktualisasi diri itu penting, tapi akan hampa tanpa Allah yang jadi alasan untuk bergerak.
hal ini tersadar saat ibu' bilang kemarin (lalu), saat siap-siap akan prepare setelah bangun tidur setelah dua hari yang cukup panjang:
“beresin tempat tidurnya nya dulu, rapih-rapihin..”
“hah, cape buu'” *di atas kasur yang udah siap-siap mau pergi gitu ajaa*
“itu kan pilihan, jadi ga ada alasan untuk bilang cape”
kemudian hening
“makasih buu' sudah di ingetin”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar